Jumat, 03 Januari 2014

UN

UN perlukah di pertahankan Bila kecurangan dan kecurangan terus menggejala ?

18 Mei 2011 pukul 16:07
Radar Pemalang, Rabu, 18 Mei 2011

Puji: Kecurangan UN Terus Menggejala Ditulis oleh Administrator    Tuesday, 17 May 2011

PEMALANG – Presidium Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kabupaten Pemalang  Puji Dwi Darmoko menilai pelaksanaan Ujian Nasional di Kabupaten Pemalang masih banyak kecurangan. Padahal ada pencanangan kejujuran UN oleh Bupati Pemalang.

“UN bisa dikatakan sebagai suatu kebijakan curang dalam bidang pendidikan secara nasional. Keputusannya tidak adil bagi semua pemangku kepentingan,” katanya.
Menurut dia, sadar atau tidak sadar, UN itu mengarahkan pada sistem pendidikan yang berlandasan pada penipuan dan ketidakadilan, sebagai upaya menyembunyikan ketidakmampuan dalam pengambil keputusan serta pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia itu sendiri.
“Kebijakan yang dihasilkan dari landasan penipuan dan ketidakadilan, sangat membuat semua pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan seperti mengalami mimpi buruk saat menghadapi pelaksanaan UN tersebut,” ujar dia.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan untuk keluar dari mimpi buruk tersebut. Ironisnya, justru kecenderungan kecurangan itu dilakukan oleh sekolah-sekolah favorit yang alasannya jelas. Bahwa, sebagai sekolah favorit, mereka akan berdaya upaya sekuat tenaga. Kalau perlu melakukan kecurangan demi menjaga prestise atau gengsi demi nama baik sekolah yang sudah terlanjur dikenal. Tentu hal ini dimulai dari pusat sampai ke tingkat paling bawah.
Sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan, Puji yang juga sebagai dosen dan Puket III STIT Pemalang mengaku pernah mengalami hal yang sangat jauh dari idealisme. Di mana pada pelaksanaan UN beberapa tahun silam, saat sebagai salah satu Pemantau Indepedent ternyata dihadapkan dengan tembok besar yang kokoh, sehingga tugas pemantauannya hanya sekadar untuk meneropong bagaimana pelaksanaan UN berjalan sesuai Standar Operasi Pelaksanaan UN. Dan, ternyata yang terlihat adanya sebuah skenario agar out put dari pelaksanaan UN bisa tercapai secara maksimal dengan meninggalkan cara-cara yang elegan.
“Nampak sekali adanya kecurangan yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur,” ujar dia. Mulai dari pengarahan kepada para pengawas, ruang melalui arahan dengan bahasa yang multitafsir. Padahal pengawas UN yang notabenenya guru PNS yang hidup dalam lingkungan budaya yang sangat paternalistik, tentu akan menerjemahkan arahan atasan sebagai suatu perintah yang harus dilaksanakan.
“Sebagai bukti, tidak tanggung-tanggung ada kebijakan dari sebuah sekolah menengah negeri dalam pelaksanaan UN, menghimbau agar pada saat UN siswa membawa HP. Terus untuk apa?” tanya Puji.
Puji lebih lanjut mengatakan, meski tidak sedikit para pengawas UN mengeluhkan akan adanya petunjuk yang berbau kecurangan, namun merekapun tentunya tidak akan pernah berani menyuarakan keluh kesahnya kepada pimpinan.
Terakhir, sebagai bukti nyata saat Bupati Pemalang sidak di salah satu SMA Negeri di  Pemalang beberapa waktu lalu, menemukan fakta bahwa banyak siswa peserta UN membawa HP.
“Kejadian itu salah siapa, secara operasional, tentu kepala sekolah dan guru di sekolah yang bersangkutan harus dimintai pertanggungjawaban, tetapi  secara kebijakan tentu dipundak Kepala Dinas Pendidikanlah yang perlu dipertanyakan,” tutur dia.
“Kita memang harus miris ketika melihat anggaran pelaksanaan UN begitu besar, hanya untuk kebijakan curang yang sebenarnya mengarahkan dan memfasilitasi untuk melakukan kecurangan,” tambah dia.
Puji mengatakan pelaksanaan UN itu sebagai kebijakan curang dan telah membuat kekacauan dalam bidang pendidikan. Ibarat bola es yang menyeret apa yang dilaluinya untuk masuk dalam gerakannya yang semakin membesar dan semakin lama semakin merusak apapun yang dilaluinya.  Bola es kecurangan yang menggiring semua yang ada dijalurnya untuk terlibat dalam kecurangan tersebut.
“Oleh karena itu selama model UN seperti sekarang, di mana tidak ada perbedaan perlakuan terhadap berbagai latar belakang setiap sekolah, maka kecurangan demi kecurangan dalam pelaksanaan UN akan terus tetap menggejala,” paparnya.
Dia berharap, perlu duduk bersama dari beberapa pemangku kepentingan baik orang tua, dinas pendidikan, sekolah dan murid, dalam bidang pendidikan untuk mencarikan solusi terbaik bagaimana model UN yang tepat jika siswa memang harus mengikuti UN. (apt)

Tidak ada komentar: